Laparaskopi adalah operasi untuk melihat ke dalam perut manusia dengan menggunakan alat tanpa pembedahan besar atau disebut juga dengan minimal invansive surgery. Operasi tersebut dilakukan dengan melakukan sayatan kecil di 4 (empat) titik di perut guna memasukkan peralatan robotik dimana seluruh aktifitas operasi dilakukan dengan melihat layar . Operasi ini berbeda dengan operasi laparatomi yang saya lakukan pada tahun 2012, dimana pada waktu itu, perut saya dibuka secara manual. Pilihan operasi harus laparatomi maupun laparaskopi, ditentukan oleh dokter dengan melihat kasus dari penyakit yang harus ditangani.
Pada hari Sabtu tanggal 30 Agustus 2014 yang lalu saya melakukan operasi Laparaskopi karena kista indung telur sebesar 4 cm di indung telur sebelah kiri yang harus diangkat. Sebenarnya kista sebesar 4 cm tersebut adalah sisa dari operasi pada tahun 2012 dimana saat itu dilakukan pengangkatan kista saya yang berdiameter 20 cm. Dokter sengaja menyisakan kista di perut saya karena pada waktu itu tidak mau mengangkat indung telur saya sebelah kiri.
Keberadaan kista sebesar 4 cm tersebut pernah ditest dengan CA 125 (tumor marker) dan tidak menunjukkan keganasan yang membahayakan, sehingga dokter bersedia untuk melakukan program-program lanjutan untuk mendapatkan keturunan (bayi tabung).
Namun ketika habis lebaran kemarin saya menjalani program bayi tabung, ternyata setelah dilakukan ovum pick up (pengambilan sel telur), diperoleh 3 sel telur yang berisi cairan darah. Jadi sel telur tersebut termakan kista. Meskipun pada saat OPU tersebut, kista telah disedot isinya oleh dokter untuk dilakukan pengujian, pada waktu haid berikutnya, kista tersebut telah kembali membesar kembali ke ukuran normal. Dokter menggambarkan bahwa kista seperti balon berisi air. biarpun airnya sudah disedot, dia akan segera kembali lagi terisi saat siklus haid datang. So, keputusannya adalah operasi kista! sebelum melanjutkan program berikutnya.
Meskipun ini adalah operasi kali kedua saya, tetap saja, yang namanya operasi selalu membuat hati GALAU. Dan sebagai akibatnya, saya yang selama ini cenderung bertensi rendah, dengan tiba tiba melonjak 140/102. Meskipun sebelum operasi akhirnya turun menjadi 120/70 sehingga saya tidak perlu bertemu dengan dokter ahli penyakit dalam, tetapi konon kata dokter, selama operasi berlangsung, tensi saya tidak stabil, naik turun, sehingga membahayakan. Sedikit banyak berat badan saya yang selama 2 tahun ini meningkat dengan drastis juga menjadi salah satu alasan ketidak seimbangan tekanan darah saya.
Well, ternyata dokter mendapati indung telur sebelah kiri saya sudah infeksi parah dan abses. Melihat kondisinya, berarti infeksi ini ada di perut saya sudah cukup lama, sekitar 2 tahunan. Dan selalu dokter merasa aneh karena saya tidak pernah mengeluh kesakitan ketika menstruasi datang, melihat kondisi saya. Namun saya akui sih, akhir-akhir ini di indung telur sebelah kiri saya merasa agak senut senut, namun itu juga setelah tahu saya akan dioperasi. Akhirnya, demi menjaga kesehatan indung telur sebelah kanan yang alhamdulillah masih sehat, agar tidak tertular, saya harus merelakan indung telur kiri saya diangkat.
Sedih juga, saya merasa sebagai wanita, tidak lagi sempurna karena hanya memiliki satu indung telur. Namun, daripada memiliki 2 indung telur dengan 1 yang sakit, lebih baik punya 1 tapi sehat. Semoga yang satu ini dapat memberikan saya sel sel telur yang sehat dan banyak.amin.
Setelah operasi, jam 1 an siang saya kembali ke kamar perawatan. Lumayan juga operasi yang saya jalani, karena saya dijadwalkan operasi jam 5 pagi. Hari minggu siang, dokter visit dan menceritakan kondisi saya disertai saran untuk menurunkan berat badan, serta memperbolehkan pulang, dengan pesan supaya saya banyak jalan. Ternyata selain pengangkatan indung telur kiri saya, kemarin itu dokter menemukan polip di rahim saya dan miom di mulut rahim saya dimana keduanya sudah dibersihkan sekalian, alhamdulillah.
Cukup 2 malam saja paket laparaskopi ini, saya check in hari jumat sore, check out minggu siang sebelum jam 12 siang. Tentu saja lebih baik istirahat di rumah saja, karena tidak perlu memperpanjang bayar kamar. Dokter memberikan saya 3 jenis obat satu untuk antibiotik (oral), satu untuk nyeri (oral) dan 1 obat anal. Setelah operasi maupun di rumah, saya sudah boleh mandi guyur seperti biasa karena plester untuk 4 bekas luka saya adalah anti air. Namun sampai hari ini saya masih memakai pembalut karena masih adaanya sisa sisa darah dari operasi tersebut.
Dari bekas operasi, saya tidak merasakan sakit apa apa meskipun di dalam perut saya masih ada luka luka. Yang saya rasakan seperti orang masuk angin, badan tidak merasa enak dan berkeringat dingin banyak. Mungkin sebagai akibat ruang operasi yang sangat dingin dan juga seperti kepengin muntah. Dua rasa itu tentu saja lama kelamaan menghilang dengan sendirinya.
Begitulah cerita operasi kedua yang saya jalani karena kista endometriosis. Meski apapun yang terjadi, saya harus terus beriktiyar dan berusaha. Menyerahkan semuanya pada Allah SWT dan bertawakal. (Salemba, 3 September 2014)
Pada hari Sabtu tanggal 30 Agustus 2014 yang lalu saya melakukan operasi Laparaskopi karena kista indung telur sebesar 4 cm di indung telur sebelah kiri yang harus diangkat. Sebenarnya kista sebesar 4 cm tersebut adalah sisa dari operasi pada tahun 2012 dimana saat itu dilakukan pengangkatan kista saya yang berdiameter 20 cm. Dokter sengaja menyisakan kista di perut saya karena pada waktu itu tidak mau mengangkat indung telur saya sebelah kiri.
Keberadaan kista sebesar 4 cm tersebut pernah ditest dengan CA 125 (tumor marker) dan tidak menunjukkan keganasan yang membahayakan, sehingga dokter bersedia untuk melakukan program-program lanjutan untuk mendapatkan keturunan (bayi tabung).
Namun ketika habis lebaran kemarin saya menjalani program bayi tabung, ternyata setelah dilakukan ovum pick up (pengambilan sel telur), diperoleh 3 sel telur yang berisi cairan darah. Jadi sel telur tersebut termakan kista. Meskipun pada saat OPU tersebut, kista telah disedot isinya oleh dokter untuk dilakukan pengujian, pada waktu haid berikutnya, kista tersebut telah kembali membesar kembali ke ukuran normal. Dokter menggambarkan bahwa kista seperti balon berisi air. biarpun airnya sudah disedot, dia akan segera kembali lagi terisi saat siklus haid datang. So, keputusannya adalah operasi kista! sebelum melanjutkan program berikutnya.
Meskipun ini adalah operasi kali kedua saya, tetap saja, yang namanya operasi selalu membuat hati GALAU. Dan sebagai akibatnya, saya yang selama ini cenderung bertensi rendah, dengan tiba tiba melonjak 140/102. Meskipun sebelum operasi akhirnya turun menjadi 120/70 sehingga saya tidak perlu bertemu dengan dokter ahli penyakit dalam, tetapi konon kata dokter, selama operasi berlangsung, tensi saya tidak stabil, naik turun, sehingga membahayakan. Sedikit banyak berat badan saya yang selama 2 tahun ini meningkat dengan drastis juga menjadi salah satu alasan ketidak seimbangan tekanan darah saya.
Well, ternyata dokter mendapati indung telur sebelah kiri saya sudah infeksi parah dan abses. Melihat kondisinya, berarti infeksi ini ada di perut saya sudah cukup lama, sekitar 2 tahunan. Dan selalu dokter merasa aneh karena saya tidak pernah mengeluh kesakitan ketika menstruasi datang, melihat kondisi saya. Namun saya akui sih, akhir-akhir ini di indung telur sebelah kiri saya merasa agak senut senut, namun itu juga setelah tahu saya akan dioperasi. Akhirnya, demi menjaga kesehatan indung telur sebelah kanan yang alhamdulillah masih sehat, agar tidak tertular, saya harus merelakan indung telur kiri saya diangkat.
Sedih juga, saya merasa sebagai wanita, tidak lagi sempurna karena hanya memiliki satu indung telur. Namun, daripada memiliki 2 indung telur dengan 1 yang sakit, lebih baik punya 1 tapi sehat. Semoga yang satu ini dapat memberikan saya sel sel telur yang sehat dan banyak.amin.
Setelah operasi, jam 1 an siang saya kembali ke kamar perawatan. Lumayan juga operasi yang saya jalani, karena saya dijadwalkan operasi jam 5 pagi. Hari minggu siang, dokter visit dan menceritakan kondisi saya disertai saran untuk menurunkan berat badan, serta memperbolehkan pulang, dengan pesan supaya saya banyak jalan. Ternyata selain pengangkatan indung telur kiri saya, kemarin itu dokter menemukan polip di rahim saya dan miom di mulut rahim saya dimana keduanya sudah dibersihkan sekalian, alhamdulillah.
Cukup 2 malam saja paket laparaskopi ini, saya check in hari jumat sore, check out minggu siang sebelum jam 12 siang. Tentu saja lebih baik istirahat di rumah saja, karena tidak perlu memperpanjang bayar kamar. Dokter memberikan saya 3 jenis obat satu untuk antibiotik (oral), satu untuk nyeri (oral) dan 1 obat anal. Setelah operasi maupun di rumah, saya sudah boleh mandi guyur seperti biasa karena plester untuk 4 bekas luka saya adalah anti air. Namun sampai hari ini saya masih memakai pembalut karena masih adaanya sisa sisa darah dari operasi tersebut.
Dari bekas operasi, saya tidak merasakan sakit apa apa meskipun di dalam perut saya masih ada luka luka. Yang saya rasakan seperti orang masuk angin, badan tidak merasa enak dan berkeringat dingin banyak. Mungkin sebagai akibat ruang operasi yang sangat dingin dan juga seperti kepengin muntah. Dua rasa itu tentu saja lama kelamaan menghilang dengan sendirinya.
Begitulah cerita operasi kedua yang saya jalani karena kista endometriosis. Meski apapun yang terjadi, saya harus terus beriktiyar dan berusaha. Menyerahkan semuanya pada Allah SWT dan bertawakal. (Salemba, 3 September 2014)