|
Sungai Barito di waktu pagi |
Mengunjungi kota Banjarmasin belum lengkap rasanya bila belum melihat pasar terapungnya yang tersohor di seantero Indonesia. Ibu kota propinsi Kalimantan Selatan ini memang dibelah oleh Sungai Barito, yang merupakan sungai terlebar di Indonesia yang bermuara di laut Jawa. Peranan sungai Barito sebagai salah satu urat nadi perekonomian di Propinsi Kalimantan Tengah dan Selatan terlihat dari banyaknya masyarakat yang memilih untuk berdiam di tepian sungai. Sungai Barito juga merupakan prasarana transportasi yang penting. Kesibukan lalu lintas perahu pengangkut hasil bumi yang menghubungkan daerah pedalaman dan perkotaan terlihat jelas. Saya rasa itulah salah satu alasan kenapa pasar terapung menjadi pertemuan antara penjual dan pembeli yang penting di wilayah tersebut.
|
belanja...belanjaa.... |
Untuk melihat pasar terapung, kami harus bangun pagi-pagi buta. Setelah sholat subuh, bergegas meninggalkan hotel menuju dermaga yang akan membawa kami ke Pasar Terapung Muara Kuin. Beberapa tukang perahu klotok telah berkumpul disitu menawarkan jasa kepada para wisatawan yang akan melihat kesibukan pasar terapung. Ini juga merupakan pengalaman pertama saya naik perahu klotok. Ternyata kabin perahu klotok itu sangat mementingkan"kesopanan"'! nyatanya untuk masuk ke dalamnya, penumpang harus merangkak karena atapnya yang sangat rendah, setinggi orang yang duduk lesehan saja. Namun demikian, bagi yang ingin melihat pemandangan lebih luas dan bebas, dapat bergerak ke bagian belakang perahu yang terbuka. Disana juga disediakan dua buah bangku kayu berhadapan untuk duduk duduk.
|
aktifitas pasar terapung |
|
jeruk dan pisang dari kebun |
Setelah berkendara selama hampir 1 jam, melihat aktifitas pagi hari penduduk kota Banjarmasin yang tinggal di pinggir sungai, sampailah kami ke pasar terapung Muara Kuin yang terkenal tersebut. Banyak pedagang yang menggunakan perahu sampan kayu tradisional (jukung) yang hilir mudin menawarkan dagangan yanng dibawanya. Mulai dari hasil bumi, buah-buahan maupun warung terapung. Semua aktifitas mereka lakukan di atas sampan masing-masing. Selain dayung, banyak juga jukung-jukung tersebut yang saat ini sudah menggunakan mesin tempel. Penjual dari kaum ibu agaknya cukup mendominasi jumlahnya di pasar tersebut. Sayangnya waktu itu tidak terlalu banyak kesibukan di pasar terapung tersebut. Mungkin karena kami datang sudah terlalu siang. Konon puncak aktifitas pasar terapung dimulai dari subuh sampai sekitar jam 7 pagi.
PULAU KEMBANG
|
Dermaga Pulau Kembang, disambut kera |
Setelah belanja jeruk dan jambu bol di pasar tersebut yang dijual per kantong plastik, akhirnya perahu kami bergerak ke Pulau Kembang, the Monkey Kingdom. Saat Klotok kami merapat di Pulau Kembang, kami sudah disambut oleh kera-kera ekor panjang yang bertengger di dermaga. Konon di Pulau tersebut ada juga bekatan, namun kami tidak beruntung melihat batang hidungnya secara langsung. Tarif masuk ke pulau tersebut lumayan murah, hanya Rp. 5.000/orang. Agaknya pihak pemerintah daerah pernah berupaya menjadikan pulau tersebut sebagai salah satu obyek wisata dengan berbagai fasilitas yang dibangun seperti Toilet, pendopo untuk istirahat maupun jalur setapak dari kayu yang dibangun diatas tonggak-tonggak serta tulisan Pulau Kembang yang cukup besar. Sepertinya wilayah pulau ini adalah tanah rawa yang penuh dengan pepohonan. Salah satu pohon yang ada disitu mirip dengan pohon mangga dengan daun-daun yang pipih panjang dan tebal.
|
|
Tentu saja daya tarik utama pulau itu adalah Kera. Apabila berkunjung ke pulau tersebut, sudah siap pemandu yang membawa tongkat pengusir kera. Pemandu-pemandu tersebut adalah para ibu yang katanya tinggal di pinggiran sungai Barito dan setiap hari datang ke Pulau tersebut untuk memandu pengunjung. Sebelum masuk ke Pulau, kami diingatkan untuk tidak memakai topi, kaca mata, arloji, kamera maupun HP karena kera-kera tersebut bisa sangat iseng merampas barang-barang kita. Tentu saja disitu juga terdapat penjual kacang yang menawarkan makanan kesukaan kera tersebut apabila kita ingin memberi makan mereka.
Para pemandu tersebut efektif juga menjaga kita dari kerumunan bala tentara kera yang jumlahnya lumayan banyak tersebut dengan tongkat dan suara-suara tertentu. Dia juga menceritakan bahwa kera-kera tersebut ada juga yang menjadi pemimpin kelompok. Sebagaimana manusia, kera-kera juga ada yang sangat nakal.
Setelah puas berkeliling Pulau Kembang si kerajaan kera, akhirnya perjalanan kami teruskan menuju kuliner soto banjar yang terkenal, Soto Banjar Bang Amat. Disitulah perjalanan menyelusuri Sungai Barito kami berakhir. Sangat memuaskan mencicipi kuah soto banjar yang terkenal
lekker tersebut sebagai sarapan setelah wisata sungai kami dan berkenalan dengan para kera penghuni Pulau Kembang. (Jakarta, 21 Pebruari 2014)