Hari ini saya ingin menuliskan rasa syukur saya atas karuniaNya yang luar biasa kepada saya. Juga atas dukungan dan kasih sayang yang saya peroleh dari semua pihak atas apa yang saya alami saat ini. What's up with u Dyah? ya, karena saya baru saja mengalami hal yang sangat berat dalam kehidupan saya, "operasi".
Hari ini saya masih di rumah sakit, menjalani perawatan penyembuhan atas operasi yang saya alami. Operasi penghilangan kista endometrium yang saya punya yang saya lakukan pada tanggal 11 Juni 2012 kemarin. Keputusan untuk melakukan operasi ini mau tidak mau harus saya ambil, karena sejak bulan Desember 2011, saya mengalami hari-hari yang sangat berat ketika mengalami periode menstruasi. Dyah yang setiap harinya berjalan dengan cepat dan gagah, harus menjadi dyah yang sangat hati-hati menggerakkan satu persatu kakinya. Yang saya rasakan, tidak dapat tergambarkan. Selain perut yang sangat sakit dan kaki yanng sangat pegal, sepertinya isi di dalam perut saya terlepas satu persatu dari tempatnya. Kadang ketika di kantor, saya suka diam-diam menyelinap di ruangan pimpinan saya untuk sekedar duduk di sofa tamu, menyelonjorkan kaki barang sejanak, ketika masa menstruasi datang.
Sebenarnya saya sudah dijadwalkan untuk operasi kista ini pada awal bulan Pebruari 2012 oleh dokter. Tapi selalu saja saya merasa tidak siap untuk melakukan tindakan itu. Saya masih berharap bahwa kista itu akan hilang dengan sendirinya ketika saya meminum berbagai ramuan atau obat herbal yang mengklaim dirinya dapat menghilangkan kista.
Keputusan untuk segera menghilangkan kista ini adalah saat saya melakukan perjalanan dinas ke luar negeri pada awal bulan Mei 2012 dan saya mendapatkan menstruasi yang lebih awal dari jadwal seharusnya. Jadi selama menempuh penerbangan yang panjang dan berbagai aktifitasnya, saya berjuang untuk menahan rasa sakit yang amat sangat. Jadi ketika saya mendarat di Jakarta dan dijemput oleh suami saya, kalimat pertama yang saya keluarkan adalah "mas, saya mau operasi saja!'
Akhirnya saya kembali ke dokter saya dan menyatakan diri siap untuk dioperasi. Selama kehidupan saya, ini adalah pengalaman ketiga saya masuk rumah sakit. Pertama ketika kelas 4 SD, saya harus dioperasi amandel di rumah sakit Dr. Karyadi Semarang. Kedua pada tahun 2011, ketika saya harus mondok seminggu di rumah sakit Budhi Jaya di Jakarta karena keguguran. Dan sekarang, pada bulan Juni 2012 ini, karena operasi kista endometrium.
Sebenarnya keberadaan kista di perut saya sudah terdeteksi sejak tahun 2001, tak lama setelah saya keguguran. Namun kepastian keberadaannya diketahui pada tahun 2005, waktu itu dinyatakan kista saya berdiameter 4 cm dan berada di indung telur bagian kanan. Pilihan yang diberikan dokter waktu itu ada 2, pertama untuk operasi, kedua adalah dengan memberikan obat untuk menghentikan menstruasi dengan harapan bahwa kista akan mengecil dengan sendirinya.
Saya memang sering berpindah pindah dokter kandungan. Setiap ada saran dari teman dan saudara tentang dokter yang direkomendasikan bagus untuk menolong orang yang belum punya keturunan seperti saya, saya datangi. Dan setiap USG, smua dokter sebenarnya berkata hal yang sama, bahwa saya memiliki kista endometriosis di bagian kanan indung telor saya, walaupun untuk ukuran berbeda beda. Segala prosedur penanganan infertilitas sudah saya coba, termasuk inseminasi. Pada awal tahun 2012, saya memutuskan untuk memulai program bayi tabung, mengingat usia saya yang sudah diambang batas, dengan usia perkawinan 13.5 tahun.
Namun lagi-lagi dokter menemukan hal yang sama di perut saya, dan untuk memulai program, saya harus menjalani operasi dahulu, waktu itu kista saya terdeteksi berdiameter 8 cm. Ketika saya dirujuk ke dokter yang menangani saya sekarang ini, kista saya diukur 7.5 cm di awal tahun 2012. Ketika bulan Juni 2012 saya kembali lagi ke dokter dan siap utuk operasi, ditemukan hal baru mengenai kondisi saya, dikatakan kista saya 7.5 cm di INDUNG TELUR BAGIAN KIRI dan 3.5 cm di indunng telur BAGIAN KANAN!
Tentu saja saya sangat terkejut, karena dari tahun 2005 saya mengetahui memiliki kista, dia berada di bagian kanan, bukan kiri. Indung telur bagian kiri saya selama ini saya pikir bersih, dan dari indung telur yang kiri inilah saya berharap akan mengeluarkan telur-telur yang sehat untuk memberikan saya bayi yang saya tunggu-tunggu selama ini. Akhirnya saya diminta untuk USG di RSCM, hasilnya lebih mengejutkan lagi, bahwa ternyata kista saya berdiameter 11 cm dan berada di sebelah kanan! di kiri ada, 3.5 cm.
Saya pernah menanyakan kepada dokter yang mengUSG saya di RSCM, kenapa kok kista bisa berubah-ubah lokasi. Dikatakan bahwa kadang sudut pengambilan ketika USG bisa mempengaruhi lokasi. Tapi lokasi di kanan maupun kiri tidaklah penting, "yang penting, ibu punya kista 2 buah!". Sebagai orang awam, terus terang saya tidak dapat membaca hasil USG yang ditunjukkan kepada saya, menurut saya, bagian yang ditunjukkan sebagai kista, warnanya tidak begitu beda dengan lingkungan sekitarnya. Jadi saya menyerahkan saja semuanya "pada ahlinya" ketika mendeteksi isi perut saya ini.
PERSIAPAN OPERASI
Akhirnya pada hari minggu tanggal 10 Juni 2012 sore, saya dengan diantar suami dan saudara saudara pergi ke rumah sakit ibu dan anak yang kebetulan lokasinya tidak jauh dari rumah saya untuk persiapan operasi yang dijadwalkan dilakukan pada pukul 6 pagi keesok harinya. Mulai malam minggu, saya sudah diminta untuk meminum 2 tablet obat pencahar, dan diminta untuk PUASA BICARA. Jadi ketika malam itu, adik saya dan anaknya beserta suami, ibu mertua dan pembantunya datang dari Purwokerto, saya hanya bisa menyapa dengan bahasa isyarat. Demikian juga ketika 2 Bulik saya datang dari Kudus tidak lama kemudian, saya tidak dapat bicara menyatakan kegembiraan dan rasa terima kasih saya atas kedatangan mereka mereka yang khusus mendukung saya dalam melaksanakan operasi ini.
Dukungan keluarga ini merupakan hal yang diluar dugaan saya yang sangat saya syukuri dalam saya melaksanakan operasi ini. Tanpa mereka, saya tidak akan dapat setabah ini dan setenang ini menjalaninya. Bahkan Adik kandung bapak saya yang sudah berusia 77 tahun pun beserta istrinya mengkhususan diri datang dari Batang Jawa Tengah, untuk menunggui operasi saya. Rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan atas smua dukungan ini. Belum lagi bulik, kakak dan saudara saudara lain yang mengirimkan SMS dukungan karena tidak dapat datang ke Jakarta. Maupun doa-doa yang dikirimkan khusus kepada saya melalui berbagai forum pengajian maupun pertemuan keluarga agar operasi saya ini berjalan lancar. Alhamdulillah rasa syukur yang tidak terkira saya ucapkan sekali lagi.
Minggu malam ketika saya sudah mempersiapkan diri untuk operasi Laparskopi, saya kembali diberi sebotol obat pencahar yang harus saya minum. Pukul 2 pagi, smua isi perut saya keluar dengan lancarnya karena sejak hari minggu saya membatasi asupan makanan saya dengan bubur saja. Namun untuk memastikannya, pada jam 2 malam itu, suster rumah sakit kembali memberikan 2 botol obat pencahar yang dimasukkan lewat dubur. Aduuh, rasa mulas yang amat sangat saya rasakan, tidak lama setelah 2 botol obat pencahar tersebut masuk perut saya. Permintaan untuk menahan rasa mulas selama 10-15 menit tidak saya patuhi, saya hanya bertahan 2 menit sebelum kembali lari ke kamar mandi. Benar-benar luar biasa mulas!.
Pukul 5 pagi, saya dibangunkan oleh suster untuk mandi dan diberi baju operasi, yang ternyata berupa baju daster batik berwarna coklat! Tidak saya sangka bahwa baju operasi saya adalah baju batik! he he he, sangat cinta Indonesia. Kedua bulik saya yang menemani saya tidur di rumah sakit menyarankan saya untuk keramas sekalian, karena tidak tahu kapan akan ada kesempatan untuk kembali keramas setelah operasi. Lagipula menyirami kepala dengan air pada dini hari paling tidak memberikan semangat dan kesegaran tersendiri. Pada waktu saya masuk ke kamar persiapan operasi, suami dan keluar yang lain satu-satu memberikan dukungan kepada saya dan mendoakan agar semuanya berjalan lancar, termasuk keponakan saya yang berusia 2 tahun 1 bulan, Shifa.
Selama di ruang perawatan sebelum operasi, saya diinterview mengenai riwayat penyakit saya, sekaligus menjelaskan apa yang akan saya alami selama operasi dan sesudahnya. Prosedur laparaskopi dijelaskan bahwa dalam perut saya akan dimasukkan udara untuk mempermudah alat laparaskopi bergerak. Saya juga diberitahu bahwa saya akan ditahan di ruang pemulihan selama 4 jam setelah operasi. Saya juga akan Selanjutnya setelah semua dinyatakan siap, saya dipersilahkan untuk naik ke meja operasi dan disuntikkan obat bius melalui saluran infus.
Pada saat saya tersadar pukul 13.30 WIB, saya merasa seperti baru bangun tidur siang saja. Saat saya diminta pindah ke tempat tidur dorong yang akan membawa ke kamar perawatan, saya baru tahu bahwa saya itu baru saja di Laparatomi, bukan di Laparaskopi! Tentu saja saya agak bingung dengan kenyataan tersebut. Nggak salah nih?!
PASKA OPERASI
Ketika saya sdh memasuki ruangan perawatan, saya segera mendapati teman-teman kantor dan saudara -saudara yang sudah berada di dalam sana, memberikan dukungan. Ketika ditanya "bagaimana rasanya?" saya menyatakan bahwa saya tidak merasa apa-apa, dalam arti tidak ada rasa sakit dari luka operasi saya, atau mungkin karena masih terpengaruh anastesi ya? masih terpengaruh obat bius.
Ternyata orang akan operasi maupun habis menjalani operasi itu tidak boleh terlalu banyak bicara! Kalau sebelum operasi, saya tahu aturan tersebut karena memang dipesan oleh dokter untuk puasa bicara. Namun tidak ada yang kasih tahu saya tidak boleh banyak bicara setelah operasi. Alhasil ketika banyak teman datang menjenguk dan saya bicara banyak, setelahnya saya mengalami mual dan muntah. Katanya akibat udara masuk ke dalam perut. Setelah operasi seharusnya udara keluar dari perut, bukan masuk lagi.
Urusan udara perut ini, saya merasa bersyukur bahwa sekarang orang yang menjalani operasi tidak harus menunggu kentut dulu baru bisa kemasukan air dan makanan. Setelah dokter menempelkan steteskop di perut saya dan mendapati aktifitas usus, saya sudah mulai boleh minum air putih dan 2 jam kemudian makan bubur sumsum. Bayangkan kalau saya harus menunggu kentut dulu baru boleh makan, bisa kelaparan semalaman setelah operasi saya, karena saya baru kentut keesokan harinya.
Pada dokter yang visit saya keesok harinya, saya bertanya kenapa saya tidak merasakan sakit apapun di luka bekas operasi saya, tidak seperti cerita orang orang mengenai sakitnya paska operasi caesar. Ternyata katanya, setiap orang punya tingkat ketahanan terhadap rasa sakit yang berbeda-beda. Keadaan saya ini mungkin bagi orang lain sudah luar biasa sakit, sedangkan bagi saya, biasa saja.
Saya juga bertanya kepada dokter kenapa saya yang katanya mau di laparskopi kemudian di laparatomi?! Menurut dokter, pada saat akan melakukan operasi, prosedur dasarnya adalah perut harus diraba secara manual. Ketika diraba, ternyata dokter menemukan benjolan yang sangat besar, sampai ke rongga dada. Sehingga dengan kondisi tersebut, dokter segera menghubungi suami saya untuk meminta persetujuan operasi laparatomi. Tentu saja suami saya menyerahkan kepada dokter yang terbaik yang bisa dilakukan.
Nah, barulah saya tahu bahwa selama ini saya membawa kista endometrium berdiameter 20 cm di dalam perut saya sebelah kiri! Selama ini saya selalu mengira bahwa endometrium saya sebelah kiri sehat dan baik2 saja. Saya berharap dari endometrium sebelah kiri itulah saya berharap mendapatkan telur2 yang sehat untuk dibuahi.
Rasa syukur yang tidak terkira saya haturkan atas smua mukjizat ini. Apabila saya tahu bahwa saya membawa kista sebesar itu dalam perut saya, saya pasti akan stres dan sangat kacau. Tidak terdeteksinya ukuran kista yang sebenarnya sampai masa operasi merupakan skenario yang Allah SWT gariskan untuk saya. Juga ketika mulai bulan Desember 2011 yang lalu saya merasa kesakitan pada saat menstruasi, juga merupakan pengingat kepada saya. Saya pernah merasa sakit di sebelah kiri perut saya, saya menganggap jangan-jangan saya menderita penyakit ginjal? namun saat saya tanya tanda-tanda orang mempunyai penyakit ginjal kepada teman saya yang baru saja operasi ginjal, saya merasa bahwa tanda-tanda itu berbeda. Namun keberadaan kista ini memang sama sekali di luar perhitungan saya.
Saya berharap bahwa penghalang saya hampir 14 tahun belum mempunyai keturunan telah terangkat dan saya segera mempunyai keturunan setelahnya. Allah Maha Mengetahui, Allah Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Penyayang. (Jakarta, 16 Juni 2012)