Rabu, 08 Januari 2014

DURBAN, KOTA EROPA DI BENUA AFRIKA

Desember 2013 lalu saya mendapat kesempatan untuk mengunjungi salah satu kota di Afrika Selatan selama seminggu. Mengingat ini merupakan perjalanan pertama saya di benua Afrika, maka  rasa was was pastilah menghantui. Saya mempersiapkan diri dengan mendapatkan suntikan vaksin yellow fever atau demam kuning sebelum kesana, karena banyak yang mengatakan bahwa bukti sudah mendapatkan vaksin tersebut menjadi salah satu syarat mendapatkan visa Afrika Selatan. Ternyata tidak juga...visa saya sudah bisa keluar meskipun bukti vaksin saya belum jadi. Tapi tidak ada salahnya jugalah.. toh vaksin itu berlaku 10 tahun, baik juga untuk kesehatan saya.

Setelah mengalami penerbangan yang 8.5 jam dari Jakarta ke Doha  dengan kursi tempat duduk yang lumayan sempit, saya meneruskan penerbangan ke Johanesburg, salah satu kota besar di Afrika Selatan selama 7.5 jam. Di Johanesburg (orang lokal menyebutnya Joburg) kita harus melanjutkan penerbangan 40 menit lagi untuk mencapai Durban.

Sebagai negara yang paling maju di Benua Afrika, Afrika Selatan memang menawarkan kombinasi yang menarik bagi pelancong. Mengingat lama dikuasai oleh orang Eropa, pembangunan kota Durban  menganut tata kota selayaknya kota-kota di Eropa, dengan jalan jalan yang lebar dan tata kota dibagi per blok yang membuat kota terlihat rapi.

KOTA PELABUHAN
Durban adalah kota pelabuhan. Wilayah pantai memanjang disisi kota membuat Durban menjadi salah satu kota yang menarik untuk dikunjungi. Pelabuhan Durban merupakan salah satu pintu masuk berbagai komoditas ke wilayah Afrika seperti mobil dan komoditas2 lainnya. Di kota tersebut juga banyak tinggal masyarakat keturunan India. Konon dahulu Mahatma Gandhi pernah tinggal di kota Durban ini pada masa perjuangannya sehingga masyarakat Durban mengabadikan namanya menjadi salah satu nama jalan utama di Durban.


Pantai yang panjang yang dilengkapi dengan restoran dan hotel disisinya, sayangnya tidak menjadi menarik lagi bagi kami yang mendapat wanti wanti dari orang KBRI untuk tidak sembarangan jalan-jalan. Hal ini  karena di beberapa tempat banyak terjadi kerawanan. Tingginya angka pengangguran di Afrika Selatan membuat tingkat kejahatan juga tinggi di wilayah tersebut, khususnya kejahatan terhadap orang asing atau turis. Sehingga kami lebih memilih untuk tinggal di hotel saja daripada mengeksplorasi Durban dan sekitarnya.


Tempat kami menginap termasuk berada di jantungnya kota Durban karena berseberangan dengan balai kota. Mengingat pada saat itu adalah masa berkabung bagi warga Afrika Selatan dengan meninggalnya Nelson Mandela, banyak kegiatan memperingati pahlawan hak asasi manusua itu yang dipusatkan di sekitar balai kota. Sangat menarik melihat bagaimana mereka mengekspresikan rasa kehilangan atas pemimpin bangsanya tersebut.

USHAKA MARINE WORLD

Ushaka Marine World adalah salah satu obyek wisata  di Durban. Daya tarik utamanya selain pantai dan sovenir khas Afrika Selatan, di tempat itu terdapat pula restoran-restoran yang cukup representatif untuk memuaskan selera. Hal lain yang menarik di obyek wisata tersebut adalah sebuah kapal yang disulap menjadi restoran. Pengunjung restoran dapat bersantap sambil menikmati lenggang-lenggok ikan hiu yang terletak di akuarium besar  di tengah restoran tersebut.

Apabila anda mempunyai nyali, bisa mencoba
masuk kesebuah tempat khusus untuk satu orang yang dimasukkan ke dalam kolam tempat ikan hiu berenang renang sehingga bisa melihat ikan hiu lebih jelas lagi. Ushaka Marine World juga menyediakan berbagai wahana permainan untuk anak-anak maupun dewasa.

Apabila ingin berkeliling mencoba becak tarik (Rikshaw) Afrika Selatan dengan penariknya yang berpakaian khas suku afrika, mereka dapat diketemukan di pinggir pantai Ushaka Marine. Pengunjung juga dapat berfoto dengan rikshaw dan penariknya hanya dengan membayar 20 rand (1 rand= Rp. 1.200).

KERAJINAN TANGAN AFRIKA SELATAN
Di Ushaka Marine ini, terdapat satu toko souvenir yang menjual barang-barang yang saya yakin produksi Indonesia, salah satunya adalah kain seperti jumputan. Pemilik Tokonya juga langsung bisa menebak kalau saya orang Indonesia dengan mudah. Agaknya mereka sangat familiar dengan Indonesia.

Saya rasa, terdapat beberapa kemiripan antara selera orang Afrika dan Asia terhadap pemilihan warna pakaian membuat pakaian/kain tradisional Indonesia dapat diterima di Afrika Selatan ini. Saya juga melihat baju/hem  batik solo/yogya yang dijual di Bandara King Shaka Durban, berdampingan dengan produk-produk baju formal dan aneka macam dasi formal. Jangan lupa, Nelson Mandela juga merupakan salah satu penggemar batik Indonesia. Dia memakai batik dalam berbagai kesempatan resmi Internasional sehingga secara tidak langsung batik menjadi salah satu kain yang dikenal luas di Afrika Selatan dan benua Afrika lainnya.

Selain itu, kerajinan tangan suku Zulu di Afrika Selatan adalah rangkaian manik-manik yang dirangkai menjadi perhiasan seperti kalung, gelang, anting maupun kerajinan tangan lainnya. Selintas kerajinan manik-manik tersebut mirip seperti kerajinan suku Dayak di Kalimantan sana. Malah ragam dan jenisnya lebih banyak dan lebih bagus kerajinan manik-manik dari Kalimantan. Namun Suku Zulu juga memiliki kerajinan tangan terbuat dari kabel telepon berwarna warni yang dirangkai/dirajut berbentuk piring, gelas, mangkok yang berfungsi sebagai hiasan rumah.



Apabila ke Afrika Selatan, jangan lupa untuk membawa pulang hiasan khas dari telur Burung Onta yang ukurannya lumayan raksasa. Setelah isinya dikeluarkan, cangkang telor Burung Onta yang besar  dilukis maupun diukir sesuai selera. Motif yang paling populer adalah "The Big Five"berupa lukisan 5 hewan besar Afrika Selatan yaitu: Banteng, Gajah, Cheetah, Jerapah dan Singa. Mereka juga melukis telur dengan gambar Nelson Mandela. Kami menemukan juga telor yang dilukis kitab Al Qur'an. Namun, apabila membeli kerajinan tersebut, kita juga harus hati-hati, karena konon ada juga yang memalsukan kerajinan tersebut dengan menggantinya dengan cangkang telor dari  plastik.

BILTONG
Saya termasuk orang yang suka mencoba kuliner khas daerah yang saya kunjungi, termasuk makanan khas Afrika Selatan ini, Biltong. Kalau di Indonesia, Biltong adalah sejenis dendeng daging yang dipotong panjang-panjang seperti kentang goreng. Kalau kita biasanya menggoreng atau memasak lagi dendeng daging menjadi masakan lezat pendamping nasi, di Afrika ini Biltong dimakan langsung sebagai kudapan atau snack.

Menurut cerita, Biltong dibuat oleh penduduk asli Afrika Selatan jaman dahulu guna mengawetkan daging sebelum diketemukannya mesin pembeku (kulkas). Daging dipotong, diberi bumbu dan digantung sampai kering. Biltong dapat diketemukan di supermarket maupun di gerai2 penjual khusus Biltong di mall. Namun jangan harap rasanya seenak dendeng daging kita, Biltong cukup liat dan keras (harus berkelahi dengan gigi dulu untuk memakannya). Biltong lumayan populer sebagai snack, sehingga orang Afrika Selatan banyak orang yang dengan santainya mengudap snack terbuat dari daging dan berwarna hitam ini sambil jalan-jalan. (Jakarta, 8 Januari 2014)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar